CLICK HERE FOR THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

Wednesday, January 24, 2007

I’ll get fired soon…

Seiring berjalannya waktu akhirnya kedua murid privat saya sudah kelas tiga SMP. Saya mulai mengajar mereka sejak kelas satu hingga saat ini. Saat ini mereka mulai akan meninjau ulang apakah saya masih bisa mengajar mereka atau tidak.

Bukan karena mereka tidak menyukai saya atau saya yang sedikit menyukai mereka. Tapi karena mereka sudah kelas tiga jadi sekolah mereka mulai mengadakan pemantapan untuk ujian nasional. Tidak ada hari lagi untuk belaja di rumah. Sebenarnya pemantapannya hanya empat hari saja dalam seminggu. Cuma, mereka masih memiliki les-les lain pada hari-hari lain seperti les bahasa inggris, les piano dan berenang serta mengaji (jangan heran, sepertinya orang tua sekarang tidak puas kalau anak-anaknya hanya mengikuti satu jenis les saja). Akhirnya, sayapun rela berkorban...Huhuhu...Kok jadi dramatis sekali ya?

Orientasi saya mengajar adalah untuk mendapat uang lebih. Supaya bisa memenuhi nafsu beli buku dan makanan yang saya suka. Selain itu supaya saya juga bisa menabung untuk anak-cucu kelak (sekali lagi ini hanya orientasi).

Ayo, sekali lagi, berikan saya pekerjaan...Jangan malu-malu yaaa...

Pets and Me

Acce menghadiahi dirinya dengan seekor hamster betina. Ya ampun, geli saya. Bukan karena itu menjijikkan. Okay, sebagai mahluk yang diciptakan kurang bisa lari, saya juga diciptakan untuk tidak menyayangi binatang. Dalam artian, tidak punya niat sama sekali untuk punya hewan piaraan. Padahal sepertinya memiliki hewan piaraan merupakan latihan singkat dan terapi manjur sebelum kita “piara” anak orang.

Waktu kecil saya sempat punya pikiran untuk memelihara kucing. Karena waktu kecil dulu saya suka sekali menyisakan makanan. Nenek saya selalu marah dan mengatakan mubazir buang-buang nasi. Memelihara kucing adalah solusinya. Lihatlah, bahkan sejak kecilpun saya ingin memelihara hewan bukan untuk disayangi tapi untuk dimanfaatkan.

Keinginan kedua untuk memelihara binatang muncul setelah menonton Nemo. Saya berpikir kalau memelihara ikan tidak terlalu merepotkan. Mencoba mencari kesana kemari clown fish ternyata memang tidak ada yang menjual. Selidik punya selidik, ikan badut itu cuma bisa hidu di air asin lengkap dengan rumput-rumputnya.

So, waktu saya masih berstatus mahasiswa baru dulu, saya berbohong waktu mengatakan hewan favorit saya adalah bebek. Hal itu saya lakukan karena kondisi. Kami semua direndam di sungai, tidak terlalu dingin sih. Terus ditanya satu-satu tentang hewan kesukaan. Sayapun berpikir, pasti akan dikerjai disini. Sebelum giliran saya yang ditanya saya sudah menemukan jawaban. Hewan yang paling dekat dengan sungai tapi bukan ikan (takutnya saya malah disuruh menyelam seperti ikan: saya tidak jago berenang), sayapun menjawab bebek. Betul sekali dugaan saya, kami semua disuruh bersuara seperti hewan kesukaan kami. Hahahaha...Meranalah teman saya yang memilih kelinci sebagai hewan kesukaannya. Siapa yang pernah mendengar suara kelinci? Kecuali What’s up dock... Berbahagialah saya karena memilih bebek, cuma bersuara kwek..kwek..kwek...goyang-goyang, menari di pantai...

At least,Thanx to God... karena Acce mengurungkan niatnya memelihara bayi harimau yang dilihatnya di Animal Planet sedang bergumul dengan saudaranya yang Acce iringi dengan suara “Lucunyaaa...”.Apa yang lucu kalau anak harimau itu menjadi besar dan mencoba untuk bergumul dengan saudaramu? Harimau kan bukan kucing yang pertumbuhan badannya terhenti setelah mencapai tinggi 20cm dari tanah.

(ini fotonya acce dengan hamsternya..tidak jauh beda..hehehe)

Ada sepatu baruku, gang!

Saya punya sepatu baru. Based on my resolution for this year which is berat saya harus jadi 45 kg, terbelilah sepatu untuk dipakai Jogging tiap pagi. Dibeli pake gaji ngajar. langsung habis. Sejak dibelinya sepatu itu, saya baru menggunakannya sekali untuk lari keliling kompleks. Itupun hanya satu putaran. Matanya saya sudah berkunang-kunang. Dan nafas tidak teratur. Seperti yang sudah pernah saya ceritakan (baca:Let’s Play), saya adalah salah satu mahluk ciptaan Tuhan yang susah lari. Sepertinya karena kurang latihan.

So, doakan saya ya semoga tekad saya untuk sehat bisa tercapai dengan Jogging tanpa harus merubah porsi makan. Gambatte ne’!

Tuesday, January 16, 2007

Tiga lelaki

Hari itu cuaca sangat panas walaupun diujung langit tampak awan gelap. Saya baru saja sampai diujung jalan untuk mengambil angkutan umum. Sudah hampir tengah hari memang. Keringat bercucuran di balik baju demi untuk menjemput seseorang yang pasti akan menyodorkan sebentuk rindu dengan pita merah muda di atasnya.
Mobil pertama yang kutumpangi berjalan tidak terlalu cepat. Padahal saya sudah sangat gerah. Lambat bergerak. Saya kemudian menyesal tidak membawa kendaraan sendiri saja. Ungkapan halus untuk mengatakan tidak punya.
Setelah hampir 30 menit perjalanan, akhirnya saya sampai juga di depan pintu masuk salah satu universitas terkenal di kawasan timur negara ini. Membeli minuman kotak dan iseng-iseng menanyakan koran yang terbit hari itu. Sambil menikmati air yang mengairi kerongkonganku, sayapun menanti kendaraan yang akan melanjutkan perjalananku.
Kendaraan itu tibalah. Supirnya menyuruhku naik dengan sedikit memaksa. Karena tidak ingin membuat penumpang yang lain protes dalam hati sayapun mempercpat langkah. Mengambil posisi di dekat pintu untuk menikmati angina segar. Minuman kotak akhirnya tandas sudah. Angkutan ini akan menghantar saya ke terminal di perbatasan kota. Angkutan ini sedikit-sedikit berhenti. Saya sedikit dibuat mual olehnya. Sungguh menyesal tidak membawa sesuatu yang bisa dibaca. Terkantuk-kantuklah saya di mobil.
Di jalan masuk terminal, saya melihat banyak mobil yang parker yang akn membawaku ke tujuan akhir. Dengan manisnya sang supir bertanya,
” Ada yang ke Maros?”, tidak ada penumpang yang menjawab. Saya menoleh ke kiri dan ke kanan mencari teman tetapi kemudian pupus harapan, dan mengangkat tangan. Maroslah tujuanku.
“Nanti diluar kita’ turun De’ di’?”, ucap sang supir kepadaku melalui kaca spion.
Sayapun cuma mengangguk. Terus terang saja ini pertama kalinya saya mengarungi terminal Daya menggunakan angkot. Semoga saja saya tidak kesasar. Setelah berjalan cukup lama. Saya menjadi bingung karena terlalu banyak kitaran yang tidak penting. Membuat saya berpikir berap liter bensin yang harus dihabiskan untuk berputar-putar dalam terminal ini? Apakah sebanding dengan penumpang yang naik? Ah, sudah hampir di pintu keluar tapi saya belum juga diijinkan turun oleh sang supir. Dan dia tetap mengulang kata-katanya yang tadi,
“Nanti diluar turunnya”, katanya dan saya cuma manut saja.
Tepat lepas lampu merah, membelok sekitar 10 meter angkutan itupun berhenti. Dan supirnya mempersilahkan saya turun. Saya membayar dan mengucapkan terima kasih. Terima kasih karena telah menunjukkan jalan yang benar dan termia kasih karena tidak memanggilku dengan sebutan Bu’.
Saya kemudian berpindah angkutan lagi. Naik ke atas angkot setelah Pak Supir mengiyakan tujuan. Ternyata hanya ada saya dan seorang ibu dengan barang belanjaannya. Alamat ngetem niy...Sepertinya angkot tujuan Maros sulit sekali menarik penumpang seteah dilarang mengambil penumpang di dalam kota. Saya duduk di posisi favorit, dekat pintu. Kali ini hanya panas yang terasa karena angkutannya belum beranjak juga. Matahari semakin lucu saja. Satu penumpang naik. Dua penumpang. Tiga penumpang. Sudah lima penumpang di atas mobil plus seorang anak kecil. Akhirnya angkutan itu jalan juga. Di daerah Sudiang seorang pria naik.Sepertinya kakak dari kenalan Pak Supir. Dia duduk di sudut dalam mobil. Angkutan itupun berjalan lagi. Berhenti ketika melihat seorang pria paruh baya, dan lelaki itu menggeser kedudukanku. Panas sekali. Saya berusaha membuka jendela tapi tidak bisa. Menggunaan dua tangan tetap tidak bisa. Lelaki kenalan Pak Supir itu kemudian membantuku untuk membukakan. Berhasil! Terima kasih sekali. Dan diapun tersenyum. Akhirnya saya bisa menikmati semilir angin yang berhembus. Di angkutan ini untungnya bukan hanya saya saja yang menuju ke Bandara Hasanuddin, jadi saya tidak perlu mengalami pengalaman buruk untuk kedua kalinya. Yakni, berjalan dari jaln poros Maros-Makassar sampai ke Terminal Kedatangan.
Sampai di tujuan saya beralih ke handphone yang bergetar. Ternyaa pesawatnya tertunda dua jam. Saya berjalan menuju ke warung waralaba yang ada di bandara. Memesan makanan untuk mengganjal perut. Mulai makan dan minum. Dua orang pria tampak mengisi kursi di sebelahku. Makananku sudah habis. Betapa lamanya waktu berjalan. Bengonglah saya sendirian di tempat itu. Mataku mulai mengamati orang-orang yang ada disitu. Ada keluarga besar lengkap dengan nenek dan cucu, ada dua orang bule bagpackers, ada anak sekolahan, ada pegawai bandara dan lain-lain. Semuanya beramai-ramai dan saya hanya sendirian. Saya menyeruput minuman yang tinggal seperempat. Memaperhatikan gambar tentang sejarah restoran itu berdiri, dan terdengarlah suara dari meja sebelah,
“Mari makan,” saya sedikit terkejut dan tersenyum,
“Silahkan,” jawab saya sambil mengangkat kotak stereofoam yang telah kosong. Lelaki itupun melanjutkan makannya.
Lima belas menit lagi sebelum mendarat. Waktunya untuk meninggalkan tempat ini. Saya menghabiskan orange float saya. Berjalan keluar dengan hati riang.

Kita tidak akan pernah tahu akan bertemu siapa dalam kehidupan ini dan siapa yang membuat hidup kita akan terasa lebih mudah...(sok bijak niy..:))

Sunday, January 7, 2007

Pour Someone...

Friday I’m in Love...

I don’t care if Monday’s blue
Tuesday’s grey and Wednesday too
Thursday I don’t care about you
It’s Friday I’m in love
Monday you can fall apart
Tuesday Wednesday break my heart
Thursday doesn’t even start
It’s Friday I’m in love

Saturday wait
And Sunday always come too late
But Friday never hesitate...

I don’t care if Monday’s black
Tuesday Wednesday heart attack
Thursday never looking back
It’s Friday I’m in love

Monday you can hold your head
Tuesday Wednesday stay in bed
Or Thursday watch the walls instead
It’s Friday I’m in love

Saturday wait
And Sunday always come too late
But Friday never hesitate...

Dressed up to the eyes
It’s a wonderful surprise
To see your shoes and your spirits rise
Throwing out your frown
And just smiling at the sound
And as sleek as a shriek
Spinning round and round
Always take a big bite
It’s such a gorgeous sight
To see you eat in the middle of the night
You can never get enough
Enough of this stuff
It’s Friday
I’m in love


Pour Someone, the one that might be didn’t realize this feeling...

Family means...

Beberapa hari yang lalu seseorang bertanya kepadaku keluarga itu sebenarnya apa. Dan saya dengan entengnya menjawab seperti yang selama ini diajarkan guru-guru SD, terdiri atas ayah, ibu dan anak. Padahal yang bertanya maksudnya bukan seperti itu. Betapa melekatnya pesan itu di kepalaku.
Sebenarnya pertanyaan ini mengganggu beberapa hari ini. But finally I found the answer, keluarga itu tempat pulang. Tempat pulang setelah penat berada di dunia luar.
Selama hidupku yang hampir seperempat abad di dunia ini, setiap bepergian jauh saya terhitung jarang sekali homesick. Kenapa ya? Seperti ada keyakinan dalam diri yang mengatakan kalau saya pasti akan pulang ke rumah sejauh apapun kakiku melangkah. Akan selalu ada tempat pulang...Untuk saya, kamu, kita semua...

Pocong2...yang katanya lebih seram dari Pocong yang dilarang beredar...

Dinonton di hari Jum’at, 5 Januari 2007
Jam pertunjukan 6.30 petang
Duduk di F4, Twenty One MaRI

Rencana nonton sejak kemarin tapi gagasannya telat. Nonton kali ini disubsidi langsung sama K’Eko (terima kasih !) dan diikuti oleh Oq dan saya. Sebenarnya menunggu k’Eko yang tidak kunjung datang padahal sudah ada cuap-cuap pintu Studio 2 telah teebuka lebih menegangkan daripada melihat Pocong yang dipasang di sudut ruangan TO. Serius, soalnya saya dan Oq tidak mau menanggung malukeluar dari TO tanpa berhasil nonton karena tdak mau tekor bayar sendiri. Tapi, akhirnya K’Eko muncul juga dengan membawa Bread Talk sebagai tebusan. Yeeee, tau begitu mending kita nontonnya di TO Panakukang aja kaliii...
Dengan perasaan dagdigdug melihat penjaga tiket yang bertampang sangar dan melirik-lirik kantong Bread Talk (baca: makanan dari luar), akhirnya kami berhasil juga masuk ke dalam studio yang sudah gelap. Dan K’Eko yang memegang tiket tidak tahu lagi tempat duduknya dimana. Gimana siy???
Duduklah kami semua dengan rapi. Di layar sudah muncul wajah Revalina, Ringgo Agus Rahman dan Risty Tagor. Nilai untuk Pocong 2, 7.5 dari range 1-10. Lumayanlah. Setannya terlalu sering muncul. Walaupun ada juga yang ngagetin diiringi dengan musik menghentak yang juga ngagetin. Salut buat Risty Tagor, aktingnya keren. Dan ternyata ada sang “Cengkoknya mana” main juga disini. Beda banget aktingnya dengan yang di Mendadak Dangdut. Keren juga...Walaupun saya tidak mengerti dia muncul sebagai apa sebenarnya. Dan sampai sekarang saya masih bertanya-tanya Pocongnya itu siapa sebenarnya? Atau mungkin saya yang kurang menyimak kali. Klimaksnya kurang menghentak pula. Kecuali tampang yang ngagetin lagi sebelum creditnya muncul. Adegan lucu sepanjang film OQ yang kerjanya nutup mata dan saya yang tutup kuing. Pengalaman saya efek ngeri itu lebih karena suara daripada penampakan...
Menurut yang mnraktir, Pocong pace masih lebih ngeri setan khas Makassar Parakang atau Poppo. Memangnya pernah liat?