CLICK HERE FOR THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

Tuesday, June 5, 2007

Spooky?!

Setelah sepupu saya pindah rumah, saya lebih banyak tinggal di rumah sendirian. Aco hanya pulang saban akhir pekan, itupun kalau dia tidak ke Bandung. Begitu pula dengan tante saya yang lebih memilih tinggal di kostan dekat kantornya setiap hari kerja.

Rabu itu saya ada janji nonton sama K’Enny WWN di TIM. Nonton film gratis. Janjian di Sarinah Thamrin pukul 4.30 sore karena filmnya main jam 17.30. Di tengah-tengah penantian waktu berangkat Aco menelpon, mau datang antar kunci. Tunggu, tunggu, tunggu, sudah jam 2 adinda yang kribo itu belum datang-datang juga. Sesaat setelah saya hampir pingsan – lagi malas masak dan titip makanan sama Aco - akhirnya dia datang bersama seorang temannya yang ternyata anak komunikasi UNHAS. Makan beramai-ramai sambil cerita-cerita tentang keadaan kampus sekarang.

Setelah mematikan mesin pompa air dan menyalakan lampu teras, pukul 3.30 meninggalkan rumah yang semakin membuatku tidak yakin untuk sampai di Sarinah tepat waktu. Apalagi melihat bus yang kami tumpangi lewat di Radio Dalam. Urgh!

***

Setelah menyerobot bapak-bapak dalam pertarungan merebut bajaj – di Sarinah jam 5-an bajaj kayak dilelang, harus agresif - akhirnya saya dan K’Enny sampai juga di TIM. Nonton gratis (Hikayat Taira), cuma berlima di dalam bioskop, ACnya bikin konsentrasi terganggu. Dingin. Setelah nonton pergi menengok pameran foto, mumpung lagi di TIM. Sudah itu makan malam bersama dan pulang ke rumah masing-masing. Memabawa setumpuk kelelahan.

***

Pukul 22.30 saya berjalan mengarungi jarak yang hampir 1,5 km menuju rumah. Tak ada bulan. Gelap sekali. Mana lampu jalannya mati semua. Tapi saya sudah tidak peduli gelap. Sudah sangat pegal.
Atap rumah yang gelap sudah kelihatan. Merogoh saku, mencari kunci pintu. Malam ini tidur sendiri lagi.
Sewaktu mau memasukkan kunci, melihat ke dalam rumah – gorden masih belum tertutup- sempat kaget sesaat. Kok lampu ruang tengah menyala ya?. Berusaha menenangkan diri, membuka pintu dan mengucapkan, “Assalamu alaikum”, keras-keras. Seingat saya, sewaktu berangkat tadi lampu ruang tengah tidak saya nyalakan. Kembali berusaha menenangkan diri dan menduga mungkin Aco yang nyalakan tadi sebelum pergi tapi saya tidak perhatikan. Langsung kunci pintu depan. Mematikan lampu ruang tengah dan masuk ke kamar. Tetapi, saya haus sekali. Harus ke dapur lagi, ambil minum? Aduh, kagetnya belum hilang. Harus berani. Harus berani. Masuklah saya ke dapur mengambil air minum. Belum sampai di dapur yang sangat gelap, saya kaget lagi. Pintu yang menghubungkan ruang praktek dengan ruang makan tertutup. Selama saya ada di Jakarta pintu itu tidak pernah tertutup dan saya tidak merasa pernah menutupnya. Lagi-lagi saya menuduh Aco yang menutupnya sebelum berangkat tadi. Untuk lebih menenangkan hati.
Kemarin malamnya waktu menginap di rumah sepupu saya untuk menemani keponakan karena sepupu saya ke Cirebon, asisten rumah tangganya bertanya apakah semua pintu rumah sudah dikunci. Dan saya bilang sudah. Asisten rumah tangganya melanjutkan biar tidak dikunci tetap ada yang jaga. Saya sudah mengerti arah pembicaraannya. Entah maksudnya. Mau menakut-nakuti atau memang cuma ingin berbagi informasi. Katanya dia pernah ditanya sama Pak Satpam yang patroli malam, suami sepupu saya kok masih duduk-duduk di tangga batu depan rumah padahal sudah jam 12 malam. Padahal suami kakak sepupuku itu terkenal sebagai orang yang paling cepat tidur di rumah.

Saya masuk ke kamar. Entah mengapa perasaanku tidak terlalu panik, mungkin karena selalu ada Aco yang menjadi sasaran tuduhan. Hehehehe... Melihat ke lemari kecil yang di atasnya ada kunci pintu samping. Jadi dua kunci rumah, samping dan depan ada di saya. Untung sekali malam itu saya sangat kelelahan jadi dapat tidur cepat.

***

Selain tinggal lebih sering di rumah sendirian, sejak sepupuku tidak tinggal di sini lagi, saya harus menghandle surat-surat yang datang. Termasuk surat kabar. Tukang antar surat kabar maksud saya (kan adaji kata surat-nya, red.). Saya harus membayar tagihan Kompas. Tukang koran disini datang sangat subuh. Lebih subuh daripada adzan subuh. Dan ini membuat saya sangat kesusahan bangun apalagi di saat-saat saya sedang tidak shalat.
Pukul 5.30 saya berusaha bangun. Langsung menuju pintu depan, mengejar tukang koran. Tapi teryata korannya sudah tergeletak di depan pintu. Gagal lagi. Koran pun saya bawa masuk ke dalam. Sebelum masuk lagi ke kamar untuk melanjutkan tidur yang terputus. Menoleh ke kanan dengan tangan kiri memegang gagang pintu, lho kok pintu kamar mandi yang di bawah tangga terbuka ya? Tadi malam tertutup, kan? Tidak terlalu memikirkan karena masih dalam keadaan setengah sadar.
Terkadang, saya susah sekali membedakan antara kenyataan dengan mimpi tidur. Jadi, dalam kasus pintu kamar mandi bawah tangga untuk sementara pembenarannya adalah pintu tertutup itu adalah pintu yang saya lihat dalam mimpi. Perasaanku sedikit tenang lagi. Dan melanjutkan tidur dengan tenang. Terbangun lagi pada pukul 9.30-an. Menuju ke dapur untuk membuat sarapan. Memandangi sekilas pintu ruang praktek yang masih tertutup. Kemudian cuek lagi karena hari sudah terang. Melihat ke bak cuci piring. Dan ada gelas lengkap dengan bekas lipstik di bibirnya. Di bibir gelas maksudnya. Okeh, saya pernah mencuci gelas yang bentuknya seperti itu. Dan apakah itu di dalam mimpi atau di dunia nyata saya kembali tidak yakin. Gelas itu tetap saya cuci. Baru bikin sarapan. Pokoknya keanehan-keanehan ini masih ada pembenaran. Plus hari sudah siang.
Hari Kamis itu, entah mengapa, kepala saya sakit sekali. Sakit sekali hingga tidak ada niat mau keluar rumah. Tapi saya harus mencuci. Baju sudah bejibun. Menjemur di lantai dua. Menutup pintu tempat jemuran. Kepala sudah berat. Kleyengan, meminjam istilah Sultra. Okeh, ini sudah tidak mungkin, sapu pindah ke lantai 2. Aco tidak mungkin pegang sapu. Dia paling anti disuruh kerja kerjaan rumah tangga. Kemarin sapu ini masih di bawah. Kemarin saya menyapu dan sapu bergagang biru itu saya sandarkan di dinding dekat kamar. Dan sekarang sapu itu ada di lantai dua.
Sepertinya kepala saya semakin sakit saja. Harus keluar rumah. Harus. Ke warnet. Tujuan yang palin dekat. Pakaian. Cabut ke warnet. 3 jam disana. Ganti skin. Chatting sama K’Ancu, Hatta dan Nanny. Pulang. Ternyata hujan. Tetap berjalan karena sakit kepala sudah tak tertahankan. Stereotip malam Jum’at menghantui. And then made a promise to myself, kalau lampu ruang tengah menyala lagi saya langsung pergi ke rumah sepupu saya.
Rumah ternyata gelap gulita. Tidak ada cahaya sama sekali. Tidak ada keanehan lagi. Saya masuk ke dalam rumah. Langsung ke kamar. Kunci pintu. Berbaring. Mencoba terpejam. Kepala tidak bisa diajak kompromi. Urgh!!
Pintu saya berguncang-guncang. Kaget sekali.
”Rosa, ada ko di dalam?”, suara tante saya terdengar dari luar. Saya cuma bisa bilang, “Iya”. Dan langsung keluar kamar. Cara masuknya bagaimana ya?
“Bagaimana carata masuk?”, sambil kepala diketok-ketok menghilangkan rasa sakit.
“Kan ada kunciku. Dari tadi malam saya bermalam. Ko nda rasa? Dasar tukang tidur”.

Saya kemudian tertawa keras sekali. Lega dan lucu rasanya. Sekali lagi, maafkan saya Aco...hehehe

0 komentar: