CLICK HERE FOR THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

Friday, August 3, 2007

Fiuh!Fiuh!Fiuh!

Inilah cerita sembilan hari pertama saya di Makassar. Sampai di Makassar dengan pesawat yang delay nyaris dua jam. Dan kepikiran terus sama petugas check-in-nya yang sangat sok profesional dan membuat saya uring-uringan sebelum take-off.
Hari pertama masih mengkompensasi diri. Saya belum bangun pagi karena pesawat landing pukul satu dini hari. Insomnia yang tidak sembuh-sembuh juga membuatku baru bisa terlelap pukul tiga pagi. Parahnya. Bapak juga masih mengerti.
Hari kedua sudah mulai bangun pagi dan membuat sarapan ala kadarnya untuk anak sekolah dan Bapak. Saya masih bebas dinas pagi. Malah siangnya diajak makan Coto di Nusantara. Horee...
Dan mulailah kehidupan normal.
Bapak berangkat ke Jakarta pukul enam pagi. Artinya saya harus bangun dua jam lebih awal untuk menyiapkan makan pagi, mengingat di pesawat sekarang cuma di kasih air mineral kemasan dan pesawat yang digunakan adalah pesawat yang berhasil membuatku senewen beberapa kali karena sifat menunda-nundanya itu. Setelah tiga bulan tidak menyetir, inilah kali pertama saya menginjakkan kaki kiri saya di pedal kopling dan kaki kanan di pedal gas. Untung ada Didit yang menemani di subuh itu. Di rumah kami sisa bertiga. Sampai di rumah melanjutkan tidur bangun dengan panik karena tidak membangunkan Acce untuk pergi sekolah. Ternyata, adik saya yang satu itu sudah mulai dewasa, sudah bisa bangun sendiri, hihihi. Dalam keadaan setengah mabuk karena masih sangat mengantuk, saya mengantar Acce sekolah. Dan saya hampir menabrak plang tanda jalur kiri untuk motor. Saya tidak perhatikan kalau sekarang sudah ada tanda-tanda seperti itu. Lengkap dengan Pak Polisi di sebelahnya. Untung Acce refleks mengagetkan. Dalam sejarah mengendarai mobil itulah untuk pertama kalinya saya nyaris tidur sambil menyetir.
Sehari setelah saya sampai K’Agis menawarkan murid privat. Alhamdulillah, ada yang kerjaan. Walaupun jadwalnya padat sekali karena tiga kali seminggu, pagi dan sore. Fiuh,fiuh,fiuh. Sampai sekarang sepertinya badanku masih kaget. Sebenarnya saya senang karena sudah mulai punya rutinitas lagi. Tetapi yang membuat saya sedikit kelabakan adalah hari-hari dimana mengurus rumah tangga dan lain-lain.

Hari Pertama
Pergi belanja karena telur habis. Beli makanan karena tidak sempat masak. Tidur lagi sampai dirumah. Tidur seharian.

Hari Kedua
Pertemuan dengan teman SD batal. Jalan sama Acce. Urus kacamata dan ke warnet. Untung nenek saya datang jadi ada yang masak. Tidur terganggu gara-gara oven untuk bakar roti tidak mau menyala. Dan saya juga tidak tahu bagaimana menyalakannya. Diiringi dengan nyawa yang belum terkumpul seluruhnya diomeli, ”Makanya kalau mamamu kerja di dapur perhatikan”. Hiks! Saat sedang sibuk-sibuknya berusaha menyalakan oven, teman saya yang keranjingan MLM datang. Aduh, aduh,...alamat di prospek lagi.

Hari Ketiga
Hari pertama mengajar. Fisika. Waktunya mepet. Antar Acce sekolah. Sampai di rumah pukul 7.30. Angkat cucian. Siap-siap mengajar. Periksa pintu-pintu. Telat sampai di sana. Anak murid yang sekarang bikin kelabakan karena cerdas. Selesai mengajar pulang lagi ke rumah. Masak nasi untuk Didit. Tulis pesan untuk Didit. Cabut ke Ininnawa. Ketemu, ketemu. Sampai jam tiga di Biblioholic. Mengajar lagi. Sekarang giliran adiknya. Lucunya. Kelas 3 SD. Menghilangkan stress sekali. Suka ketawa malu-malu. Sampai di rumah, Ika menelepon. Ajak nomat. Mau lihat Masayu jadi Striptease. Katanya dijemput setelah Jang Geum. Sampai di MaRI ternyata tiketnya habis. Hahahaha... TO sudah kayak pasar. BBB ambil dua studio. Bukan rejeki kali. Temani Ika singgah sebentar di Prambors. Ke Pier 52. Duduk-duduk dengar air laut. Ngobrol-ngobrol. Hunting sikat gigi. Sampai di rumah pukul 11:00. Badan rasanya mau patah tiga.

Hari Keempat
Antar Acce sekolah. Masak nasi. Indomie goreng habis. Temani Ika ke kantor pajak urus rumahnya. Beli kue sus. Ke rumah Iwan, Ika menyapa calon mertua hihihi. Ke kampus janjian sama K’Mappe untuk ke Ininnawa bareng. Ketemu Icha di Jasbog. Ya ampun, itu K’Mappe membuatku wisata universitas. Keliling-keliling cuma mau ke tempat motornya. Cape’ deh! K’Mappe bilang Ebi sekarang kerja di Bambini, “Cocokmi memang yang seperti itu untuk dia. Yang banyak anak kecilnya”, K’Mappe menambahkan. Ke Ininnawa, lho kok kosong? Ternyata diskusinya di Biblioholic. K’Mappe pulang duluan. Saya tinggal sampai jam lima. Rina nelpon tentang jalan malam ini dan rencana nginap di rumah. Malamnya jalan sama Rina dan K’Afif serta Acce makan mie kering. Bergosip sampai dini hari padahal besoknya mengajar. Dapat kabar dari Afif, kemudian di cross-check ke Achank kalau Kakaknya Sultra meninggal. Inna lillahi wa inna ilaihi rojiuun...

Hari Kelima
Antar Acce sekolah. Didit mulai mengeluh susah buang air besar. Rina ditinggal sendirian di rumah. Sampai di rumah, Rina terlihat sedang menyiram-nyiram tanaman. Turun dari mobil Rina langsung bilang, “Ocha makkasolang ka”, sambil pegang-pegang baskom. Ternyata keran di bak cuci piring dia kasih bocor. Hahahaha. Alamat air tidak mengalir satu hari. Telpon Bapak, diajar bagaimana caranya memperbaiki keran yang rusak itu tapi tidak langsung dipraktekkan karena harus buru-buru mengajar. Ada yang cari Mama, katanya penjual kompor. Karena Afif tidak mengsms saya sampai jam sepuluh, telpon Ika. Dia mau ditemani ke bank. Saya juga mau ke bank. Ika datang. Antar Rina ke rumahnya. Ke bank. Makan coto. Mobil Ika kena tabrak lari di Jl. Sulawesi. Ika bilang, “Saya kejar nah, Cha?”. Lho? Kok minta ijin? Sampai di depan Poltabes motor itu lenyap. Hahahaha, saya sama Ika ketawa. Ika bilang, “Kalau motor yang tabrak mobilku nda bisama ngapa-ngapain,” sambil memegang bemper mobilnya yang penuh baret,” Ini motor semua lho, Cha”. Padahal tukang tabrak itu seandainya teraih cuma mau disuruh beli Compound saja. Saya kira dari situ langsung mau pulang, apalagi dia mau ke Polmas sorenya, ternyata saya diculik ke MP. Hunting sikat gigi lagi. Padahal saya ingin segera pulang, mencukupkan tidur. Didit mengantar saya ke tempat mengajar. Helm hampir terbang. Malamnya ke Hati Murah terus ke rumah Rina. Ada K’Jalu juga di sana.

Hari Keenam
Antar Acce ke sekolah. Mengajar. Pulang mengajar mencoba memperbaiki keran. Dan hasilnya, patah! Semakin runyam saja. Kalau begini sudah harus panggil tukang. Menelepon tukang. Mengajar lagi. Ke tempat Faud mengembalikan undangan. Ambil uang di ATM. Ke tempat Mul, ketemuan. Ngobrol. Topiknya pernikahan lagi, pernikahan lagi. Kesasar di tol. Sampai di rumah ada Ardi dan Didit mengeluh kelaparan. Menyuruh Acce beli makanan untuk Didit diantar Ardi, sekalian saya titip untuk ambil uang arisan di ATMnya Mama. Saya wanti-wanti Ardi supaya perhatikan Acce, karena Acce selalu nda perhatian kalau disuruh-suruh. Salah satu pelajaran penting, suatu saat nanti jangan hanya melatih anak pertama dalam urusan ambil-mengambil uang di ATM. Karena akibatnya akan seperti Acce yang sangat diragukan keanak17annya. Masa dia pergi kasih masuk ATM cardnya di tempat keluarnya slip? Yang benar saja??? Kenapa sih gaptek sekali??? Ardi juga sudah diwanti-wanti untuk perhatikan Acce, malah sama saja. Alhasil ATMnya Mama tertelan. Tolong! Berarti harus diurus besok lagi. Padahal rencana cuma mau istirahat di rumah. Cuma mau ganti oli. Dan sekarang harus ke BNI lagi? K’Achoo menelepon, katanya dia mau ke Jakarta hari Senin. Tapi mau singgah dulu di Makassar hari Ahad. Mau ketemuan sebelum berangkat. Bagaimana caranya? Sabtu – Ahad saya ke Sidrap menjenguk sepupu saya yang KKN disana. Saya bilang nanti diusahakan, mudah-mudahan bisa bertemu. Sepertinya dia marah... Cape’!

Seperti itulah kira-kira untuk pekan ini. Dan sekarang saya sakit perut. Acce tidak pergi sekolah karena merasa bertanggungjawab habis menelan ATM, jadi dia harus menemani saya untuk urus-urus. Mudah-mudahan di Sidrap menyenangkan. Mudah-mudahan pekan depan saya sudah bisa menikmati hari-hari. Dan mengatur buku-buku saya.

0 komentar: