CLICK HERE FOR THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

Tuesday, March 4, 2008

Ayat-Ayat Cinta


Entah mengapa saya setuju-setuju saja dengan ajakan Icci untuk menonton film ini. Padahal saya baru saja pulang dari menonton film yang merupakan adapatasi novel best seller bersama Sultra dan Eni. (Pegalnya belum hilang)
Mungkin salah satunya adalah karena saya ingin melihat kembali adegan Fahri bin Abdullah menangis. Setiap adegan yang dilakoni oleh Fedi Nuril dengan berair mata mengingatkan saya akan film-film Korea yang beberapa tahun belakangan sedang ngepop, dimana aktor pria memandang lurus ke depan dan tanpa berkedip kemudian setitik air mata jatuh dari salah satu sudut matanya dan mengalir di atas pipi. Menurut saya, orang yang kadang-kadang berair mata, melakukan hal tersebut sangatlah sulit apalagi di sekeliling orang banyak.
Atau adegan dimana pemerannya menggunakan Bahasa Arab, sambil bercakap. Walaupun tidak keseluruhan film ini berbahasa arab. Hanya pada dialog-dialog tertentu, seperti "Aku mencintaimu". Saya tidak sempat mencatat lafaznya.

3 dari 5 point untuk film ini. Sepertinya Hanung Bramantyo ingin menampilkan sisi kehidupan pernikahan dengan lebih dari satu istri dalam Islam, yang tidak dipaparkan dalam novelnya. Padahal menurut saya ending cerita di dalam novel yang berjudul sama sudah sangat bagus, bahkan membuat saya terharu waktu membacanya dua tahun yang lalu. Tetapi sepertinya sang sutradara punya interpretasi sendiri dalam mengakhiri film ini.
Banyak yang kebobolan di film ini seperti misalnya pada saat sholat berjamaah dengan Fahri, Aisyah tidak melepas cadarnya, banyak pengucapan ungkapan yang tidak pada tempatnya, seperti kata "Subhanallah" yang diucapkan pada saat kata "Masya Allah"-lah yang sebaiknya meluncur. (Saya juga kurang mengerti...belum kursus bahasa Arab)
Unsur-unsur India juga tidak lepas, ini terlihat pada flat yang ditinggali seperti rumah tempat orang dapat menari-nari seperti dalam film Kabhi Kushi Kabhi Gam. Jadi, suasana pernikahan Aisyah dan Fahri seperti pernikahan yang tidak terjadi di Mesir tapi di Bollywood.
Tapi, setelah menunggu dua bulan, akhirnya film ini diputar juga yang seharusnya terjadi bulan Desember tahu kemarin. Dan tidak terlalu mengecewakan. VJ Riyanti cocok dengan Aisyah, Fedi Nuril cocok menjadi Fahri, pemeran Maria juga. Belum lagi soundtracknya, bagus!
Tetapi, kok lagu yang dinyanyikan sama Sherina itu mirip dengan Uninvited-nya Alanis Morisette ya?
(Di Jakarta, film ini dapat jatah dua studio setiap bioskop 21, dan semua antriannya panjang..kalau di Makassar?)

1 komentar:

Nia said...

Saya ketinggalan kasian, belum nonton bajakan or aslinya. tapi katanya 21 juga antri. Wah...saya salut dengan resensi filmnya, ternyata Ocha sudah bisa jadi peresensi. kalo mau kursus bahasa Arab ajak2 ya, hehehe.