KENANGAN. Sebuah dunia yang aneh. Dunia itu seperti sepasukan pemberontak yang bengal atas sebuah kekuasaan yang bernama kehendak. Bahkan tetap sebagai pemberontak yang mampu menandingi kecerdikan kekuasaan yang lain, alam pikir. Ia bahkan tetap saja sebagai sepasukan pemberontak yang culas, yang terus merecoki kekuasaan kesadaran. Ia, kenangan, bisa datang dari apa saja, dari mana saja, seperti setan. Ia bisa menyentak ketika kita sedang mengaduk minuman. Ia bisa menerabas hanya lewat satu adegan kecil di film yang sedang kita tonton. Ia bisa menyeruak dari sebuah deskripsi novel yang sedang kita baca. Ia bersemayam di mana-mana, di bau parfum orang yang bersimpangan dengan kita, di saat kita sedang termangu di pantai, di saat kita sedang mendengarkan lagu.
Ia memiliki sejenis keangkuhan yang dimiliki oleh setan. Seakan-akan jauh hari ia sudah bilang, “Tuhan Kehendak, Tuhan Pikiran, Tuhan Kesadaran, aku bersedia masuk ke dalam neraka, tapi izinkanlah aku mendatangi seluruh peristiwa, menggoda mereka, menyeret mereka untuk menerima godaanku...”
Ia datang tak diundang. Ia pergi tak diantar. Seperti jailangkung. Dan ketika tuhan-tuhan kecil yang ada di diri kita itu dengan lantang beroperasi seperti firman Tuhan, “ Kau dekati aku sejari, aku dekati kau sehasta. Kau mendekatiku dengan berjalan, Aku menghampirimu dengan berlari,” si pemberontak sial itu juga beroperasi seperti setan, “Semakin tinggi imanmu, semakin besar kekuatanku.”
Kenangan itu seperti kubangan lumpur hidup. Tanpa sadar kita telah terperosok ke dalamnya, dan ketika ia mencoba keluar dari kubangan itu, ia semakin menyeret masuk.
Ia, kenangan, seperti sepasukan kecil gerilyawan yang liat. Ia bisa bersembunyi di balik angin, malam dan hujan. Lalu meremukkan seluruh batalyon tempur. Dan sialnya, ia beroperasi dengan meminjam banyak sistem operasi yang ada. Ia bisa datang dengan pembedaan, ia bisa datang dengan melakukan persamaan. Ketika kita sedang membaca puisi yang memberi semangat, ia datang dengan pembedaan, menyeret semangat kita menjadi sedih kita. Dan itu adalah kesialan terbesar.
(ini adalah bagian yang paling saya suka dari buku "Berani Beli Cinta dalam Karung" yang ditulis oleh Puthut EA)
Wednesday, August 29, 2007
"Berani Beli Cinta dalam Karung?"
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment