CLICK HERE FOR THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

Friday, April 13, 2007

Father and Son



Setelah mengobrak-abrik blog di Steam Warnet kemarin selama hampir emapt jam, yang benar-benar di “Steam” di dalamnya, saya pulang naik angkot. Pertama-tama naik angkot yang menuju ke IKIP, diiringi dengan kata-kata perpisahan dari Sultra lengkap dengan seringaiannya yang menjengkelkan,
”Hati-hati ya, Cha. Kejahatan di kendaraan umum paling sering terjadi di angkot yang menuju ke Perumnas lho.”
Kontan saya kemudian meraba pentul-pentul yang terselip di kain di atas kepalaku. Dan membalas seringai sahabatku yang kecil dan ribut itu. Saya selalu beranggapan kalau ada orang yang macam-macam sama saya hanya jarum inilah salah satu senjataku.
Untuk meraih rumahku dari Jln. Urip Sumoharjo, dimana Steam Warnet beralamat, harus dua kali ganti angkot. Pertama naik, IKIP-Perumnas yang kode trayeknya E terus dilanjutkan dengan angkot J trayek Perumnas-Pa’baeng-baeng. Cukup melelahkan memang, apalagi sudah pukul 21.00 malam. Untungnya Pak Sopirnya cukup mengerti waktu saya mengatakan,
“Pak..pak..bisa dikecilkan sedikit?”, sambil menunjuk-nunjuk telinga.
Tak tahan saya kalau naik angkot dengan sound system yang seperti membuat telingaku menjadi semakin banyak dan kemudian menusuk-nusuk ke dalam kepalaku. Lengkap dengan lagu Malaysia yang mendayu-dayu yang membuat kantuk datang di saat saya harus selalu komat-kamit membaca Ayat Kursi, seperti pesan Nenek setiap saya naik kendaraan umum berwarna biru itu. Kata Nenek supaya selalu dilindungi dalam perjalanan. Supaya tidak dihipnotis. Kadang-kadang, saya suka was-was sendiri di atas angkot dan kemudian bertanya-tanya di dalam hati apakah seseorang di samping saya sedang melakukan hal buruk kepada saya tanpa saya sadari. Sepertinya mengerikan sekali ya?


Sampailah saya di depan Telkom dengan selamat. Terima kasih, Tuhan...Padahal sebelum naik tadi bukan di situ tujuan saya. Tapi, tak papalah untuk amannya saja. Berjalanlah saya tergesa-gesa (agak ribet memang karena saya mengenakan rok panjang) mengarungi ujung jalan Petta Rani dengan becak-becak yang menawarkan tumpangan berpamrih. Berhenti tepat di bawah tanda dilarang berhenti dan memberhentikan angkot terakhir yang akan kutumpangi. Memang rambu-rambu lalu lintas yang ada di kota ini hanya hiasan belaka dan dipasang untuk memenuhi kebutuhan anggaran.

Naiklah saya di angkot yang di badannya ada garis warna orange itu. Semua penumpang tampak sangat lelah seperti saya. Wajah berminyak, baju kusut. Tak ada bunyi-bunyian di angkot ini. Senyap. Hanya suara mesin dan klakson yang mengisi kekosongan.

Dua sosok di sudut belakang menangkap tatapanku. Seorang bapak dan anak laki-lakinya yang kira-kira masih berusia empat tahunan. Mereka terlelap. Sama-sama terlelap. Sang bapak kira-kira berusia awal empat puluhan. Berbadan tambun. Berkulit sedikit gelap. Berkumis. Mengenakan baju kaos berwarna hijau pudar dan celana pendek. Sebelah tangannya memegang besi di bawah kaca belakang, sepertinya untuk menahan badannya supaya tidak jatuh. Dan anaknya, anaknya tidak dipangkunya. Ia membiarkan anaknya yang bersendal jepit sedikit kebesaran tidur di sampingnya. Bersandar pada lengannya yang besar. Anaknya tidak terjaga walaupun sang supir berkali-kali mengerem mendadak karena orang-orang yang dikiranya ingin naik ke kendaraannya. Anaknya bahkan menaikkan salah satu kakinya. Persis kalau kita makan di lesehan. Ingin rasanya mengabadikan peristiwa itu. Tapi saya tidak tega membuat mereka terbangun dengan kilatan cahaya. Terputar di benakku lagu Father and Son yang versi Boyzone.

Saya kemudian bertanya-tanya ada berapa anak laki-laki di dunia ini yang benar-benar mengidolakan ayahnya. Saya hanya mengenal satu atau mungkin dua orang saja. Dan kedua anak laki-laki itu bernama sama. Kemudian saya teringat lagi dengan film yang baru-baru ini saya nonton Nagabonar Jadi 2, terutama adegan di mana Naga Bonar mengusap kepala Bonaga supaya Bonaga terlelap.Terus film Liar-liar. Terus film In The Name of Father di adegan sang anak menyapukan vicks ke dada ayahnya yang batuk terus menerus di dalam penjara. Kemudian terngiang lagi sebuah lagu dari Ada Band Terbaik Untukmu

Setiap hubungan orangtua dengan anaknya selalu istimewa. Hubungan antara ayah dan anak laki-lakinya tentu berbeda dengan hubungan ayah dengan anak perempuannya. Begitu juga hubungan seorang ibu dengan anak perempuannya sama sekali tidak sama dengan hubungan ibu dengan anak lelakinya.

Sampailah saya di rumah. Mengetuk-ngetuk pintu samping yang sudah terkunci. Masuk kamar. SMSan sama Eni sebentar kemudian mandi dan sholat. What a very exhausting day! Capek! Dan kemudian memutar Winamp dan memilih Perfect-nya Simple Plan..

0 komentar: