CLICK HERE FOR THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

Wednesday, August 29, 2007

PR dari Sultra : 6 Keanehan dalam Diriku

6 weird things about me:

Sensitif dengan Angka
Saya sudah lupa sejak umur berapa. Yang saya ingat sepertinya sejak SD. Saya sangat sensitif dengan angka, terutama angka-angka yang tertera di plat nomor kendaraan. Saya selalu membagi angka-angka yang terdapat di kendaraan yang lalu lalang di depan saya secara matematika. Hingga saya tamat SD saya selalu membagi angka-angka itu dengan bilangan dua dan kemudian saya mengetahui jika angka-angka di plat itu berakhir dengan angka genap (2,4,6,8, dst) berarti angka di plat itu habis dibagi dua. Kemudian sejak SMP hingga sekarang, saya hanya membagi angka-angka yang ada di plat nomor kendaraan dengan bilangan 3. Saya dapat menarik kesimpulan (cie,…) kalau angka tiga sangat istimewa. Misalnya jika kita menderetkan angka kembar tiga seperti 111 atau 222 atau 888 semuanya habis dibagi 3. Contoh lain lagi jika ada sebuah bilangan yang habis dibagi 3 apakah itu terdiri atas 2 angka atau 3 angka atau 4 angka dan seterusnya, dan mengubah urutannya maka bilangan itu akan tetap habis dibagi 3, seperti bilangan 123,231,312,dst..atau 65793,37569 dst. Tidak seperti bilangan yang lain. Mungkin bilangan 9 akan melakukan hal yang sama tapi itu karena 9 merupakan kelipatan dari 3. (Bingung bacanya? Saya juga bingung…seperti belajar matematika saja,hehehehe)

Pengingat Jangka Panjang yang baik
Saya tidak tahu yaa..saya bisa mengingat kapan saya bertemu seseorang apakah dia teman sd,smp,sma atau kuliah, dia pakai baju warna apa, dia sedang apa, terutama untuk orang-orang yang menjadi istimewa. Mungkin ini disebabkan karena saya selalu menandai atau memperhatikan sesuatu (perhatian ni yee). Sekali lagi ditekankan ini untuk memori jangka panjang. Ingatan jangka pendek saya sangat parah. Ingatan yang dalam kurun waktu 24jam saya sangat jelek (untuk janji telepon atau titipan), harus diingatkan berkali-kali.

The Truman Show
Pernah nonton film ini? Film yang dibintangi dengan apik sekali oleh Jim Carrey (without any slapstick ala Carrey). Oke, saya selalu merasa ada orang-orang di sisi lain bumi ini yang menonton segala tingkah laku saya sehari-hari. Selalu merasa kalau dunia ini diciptakan hanya untuk saya. Merasa kalau orang-orang yang ada di sekeliling saya adalah aktor-aktor sejati yang bermain sangat baik. Pada saat saya duduk di atas angkot kemudian memandang orang-orang yang duduk di depan saya atau orang-orang di luar mobil kemudian saya akan mulai menebak-nebak apa kira-kira yang ada di benak mereka saat itu atau mereka sedang berakting. Atau, dan ini saat mengganggu, pada saat saya mendengarkan atasan saya berbicara kemudian dalam sepersekian detik pikiran saya melayang jauh entah kemana yang membuat saya berpikir, “Saya ngapain ya disini?”. Aduh, aduh, aduh,…

Jalan-jalan sendiri
Ibu saya suka heran dengan kebiasaan saya yang satu ini. Dan orang-orang yang saya temui di jalan juga akan heran kalau saya jalan-jalan sendirian. Di Jakarta kemarin saya merasa sangat merdeka. Bisa jalan kesana-kemari sendirian dengan sukses. Kebingungan sendiri di tengah ketersesatan. Entah keberanian darimana. Ditambah lagi tak ada orang yang dikenal di sana. Pikiran melayang jauh ke atas kalau sendirian di Metro Mini. Terutama pada saat memandangi para pengamen yang sedang membawakan sebuah lagu dengan kata-kata penutup, “Ikhlas dari Anda, halal bagi kami”. Sendirian itu menyenangkan.

Table Manner
Sepertinya itulah kata-kata yang cocok. Saya tipe orang yang kalau makan harus dalam keadaan senang (mungkin karena itu saya gemuk ya?). Makan itu harus dibawa enak. No complain about the food seperi kurang asin, kurang manis, kurang gurih, etc. Jika memang keadaannya yang seperti itu, tak perlu kata-kata yang keluar, tapi langsung saja ke dapur atau minta ke pelayan untuk mengambilkan garam dkk. Keluhan di meja makan hanya mengurangi nafsu makan, kasihan tukang masaknya sudah capek-capek masak tapi kita malah ngomel-ngomel. Pokoknya pada saat makan, hati harus bahagia, no money talks di meja makan, tak ada pembicaraan yag sensitif. Pembicaraan seperti ini akan saya belokkan setengah mati, kalau tidak bisa belok juga, saya akan pindah meja.

Nervousan
Saya selalu kagok kalau berbicara di depan umum. Selalu. Dan hal ini akan terus berlanjut selama 24jam ke depan. Saya tetap mengingat hal-hal yang terjadi pada saat saya sedang melakukan presentasi. Kata-kata yang saya pilih, pandangan orang-orang,..oh no, just shoot me now! Saya akan merasa sangat bodoh. Sangat menghancurkan diriku sendiri di depan orang-orang. Dan sepertinya ini menahun. Di pekerjaan yang sekarang ini saya dituntut untuk sering berbicara di depan orang banyak. Dan saya selalu berhasil membuat diri saya kelihatan sangat speechless, u know, kata-kata sudah di ujung lidah tapi tidak mau keluar. Apalagi diiringi dengan tatapan penantian dari mereka yang membutuhkan penjelasan dari saya. I think God shows me the way for getting off with this problem. Yeah, get some experience with this job and get prepared whether my employer satisfied with my work or not. I think it’s really hard for me. Always keep trying my best but still ruining myself in the same time as well. Urgh!

Selain kebiasaan-kebiasaan di atas, masih banyak lagi yang aneh-aneh tentang diri saya, seperti saya sangat plinplan sehingga membutuhkan orang lain untuk memutuskan sesuatu, selalu menunda-nunda pekerjaan seolah-olah saya akan hidup selama-lamanya, selalu menghubung-hubungkan sesuatu dan menganggap itu sebagai pertanda, selalu bersemangat kalau berbicara di telepon, dying for stationery (agung is my favourite one); saya sangat suka membeli alat-alat tulis terutama untuk buku-buku yang bercover tebal dan pulpen warna-warni, saya suka menulis-nulis rencana; misalnya rencana keuangan, kegiatan-kegiatan yang akan saya lakukan dan biasanya itu hanya sebatas rencana, saya orangnya kuatiran tapi tidak ingin dikuatirkan; bawaan anak pertama sepertinya, saya susah jujur terhadap diri sendiri bahkan terhadap diary saya; saya selalu menganggap diary saya akan dibaca oleh banyak orang suatu saat nanti jika saya meninggal dunia dan saya tidak ingin mereka mengetahui semuanya yang pernah terjadi dalam hidup saya, saya penyimpan rahasia yang baik; saking baiknya saya selalu lupa rahasia apa saja yang pernah orang-orang ceritakan kepada saya,, dll, dsb, dst…

Ada yang ingin menyumbangkan psikiater? Sepertinya saya ada kelainan psikologis akut…
(Sorry Sul,baru bisa menyelesaikan PRnya...yang baca tolong diteruskan)

"Berani Beli Cinta dalam Karung?"

KENANGAN. Sebuah dunia yang aneh. Dunia itu seperti sepasukan pemberontak yang bengal atas sebuah kekuasaan yang bernama kehendak. Bahkan tetap sebagai pemberontak yang mampu menandingi kecerdikan kekuasaan yang lain, alam pikir. Ia bahkan tetap saja sebagai sepasukan pemberontak yang culas, yang terus merecoki kekuasaan kesadaran. Ia, kenangan, bisa datang dari apa saja, dari mana saja, seperti setan. Ia bisa menyentak ketika kita sedang mengaduk minuman. Ia bisa menerabas hanya lewat satu adegan kecil di film yang sedang kita tonton. Ia bisa menyeruak dari sebuah deskripsi novel yang sedang kita baca. Ia bersemayam di mana-mana, di bau parfum orang yang bersimpangan dengan kita, di saat kita sedang termangu di pantai, di saat kita sedang mendengarkan lagu.
Ia memiliki sejenis keangkuhan yang dimiliki oleh setan. Seakan-akan jauh hari ia sudah bilang, “Tuhan Kehendak, Tuhan Pikiran, Tuhan Kesadaran, aku bersedia masuk ke dalam neraka, tapi izinkanlah aku mendatangi seluruh peristiwa, menggoda mereka, menyeret mereka untuk menerima godaanku...”
Ia datang tak diundang. Ia pergi tak diantar. Seperti jailangkung. Dan ketika tuhan-tuhan kecil yang ada di diri kita itu dengan lantang beroperasi seperti firman Tuhan, “ Kau dekati aku sejari, aku dekati kau sehasta. Kau mendekatiku dengan berjalan, Aku menghampirimu dengan berlari,” si pemberontak sial itu juga beroperasi seperti setan, “Semakin tinggi imanmu, semakin besar kekuatanku.”
Kenangan itu seperti kubangan lumpur hidup. Tanpa sadar kita telah terperosok ke dalamnya, dan ketika ia mencoba keluar dari kubangan itu, ia semakin menyeret masuk.
Ia, kenangan, seperti sepasukan kecil gerilyawan yang liat. Ia bisa bersembunyi di balik angin, malam dan hujan. Lalu meremukkan seluruh batalyon tempur. Dan sialnya, ia beroperasi dengan meminjam banyak sistem operasi yang ada. Ia bisa datang dengan pembedaan, ia bisa datang dengan melakukan persamaan. Ketika kita sedang membaca puisi yang memberi semangat, ia datang dengan pembedaan, menyeret semangat kita menjadi sedih kita. Dan itu adalah kesialan terbesar.

(ini adalah bagian yang paling saya suka dari buku "Berani Beli Cinta dalam Karung" yang ditulis oleh Puthut EA)

Drop!

Inilah yang terjadi setelah dua minggu di Makassar:
DROP!!!
Urgh!

Friday, August 3, 2007

"I Just Love You" - Five For Fighting

Lonely, yeah that's the word
I leave my heart when I leave her
The days go on forever and the nights do too

One evening out on the road
A half a world away from home
I thought she was sleeping
When the call came through

I said, Darling, it's late, is everything ok
Silence took over the room
Til she said

I... I just Love You
I Don't Know Why, I Just Do
When are you coming home
I'm coming home soon
And I just love you too

Lonely lets me be
For a while she sets me free
I close my eyes and I dream of her

She's lost in my arms
Her head on my heart
And softly she whispers the words

I...I just Love You
I Don't Know Why, I Just Do
When are you coming home
I'm coming home soon
And I just love you too

I'll never stop being amazed
How my 4-year old girl knows exactly what to say

I, I just Love You
I Don't Know Why, I Just Do
When are you coming home
I'm coming home soon
Cause I just love you too



(yeah, yeah, yeah, I just Love You...)

kota tentang seseorang

: pada awal yang sama

mabuk seharian
menghirup kata-kata
candu-candu malam
yang bertebaran dalam pesan
bercerita tentang jalan ke surga
atau kekasih yang berucap
selamat tinggal

tertinggal separuh
hati di sebuah taman
berasap yang bingung
dengan sebuah janji
ku akan mencarimu
jika kau tersesat

Jakarta, Juli 2007

Fiuh!Fiuh!Fiuh!

Inilah cerita sembilan hari pertama saya di Makassar. Sampai di Makassar dengan pesawat yang delay nyaris dua jam. Dan kepikiran terus sama petugas check-in-nya yang sangat sok profesional dan membuat saya uring-uringan sebelum take-off.
Hari pertama masih mengkompensasi diri. Saya belum bangun pagi karena pesawat landing pukul satu dini hari. Insomnia yang tidak sembuh-sembuh juga membuatku baru bisa terlelap pukul tiga pagi. Parahnya. Bapak juga masih mengerti.
Hari kedua sudah mulai bangun pagi dan membuat sarapan ala kadarnya untuk anak sekolah dan Bapak. Saya masih bebas dinas pagi. Malah siangnya diajak makan Coto di Nusantara. Horee...
Dan mulailah kehidupan normal.
Bapak berangkat ke Jakarta pukul enam pagi. Artinya saya harus bangun dua jam lebih awal untuk menyiapkan makan pagi, mengingat di pesawat sekarang cuma di kasih air mineral kemasan dan pesawat yang digunakan adalah pesawat yang berhasil membuatku senewen beberapa kali karena sifat menunda-nundanya itu. Setelah tiga bulan tidak menyetir, inilah kali pertama saya menginjakkan kaki kiri saya di pedal kopling dan kaki kanan di pedal gas. Untung ada Didit yang menemani di subuh itu. Di rumah kami sisa bertiga. Sampai di rumah melanjutkan tidur bangun dengan panik karena tidak membangunkan Acce untuk pergi sekolah. Ternyata, adik saya yang satu itu sudah mulai dewasa, sudah bisa bangun sendiri, hihihi. Dalam keadaan setengah mabuk karena masih sangat mengantuk, saya mengantar Acce sekolah. Dan saya hampir menabrak plang tanda jalur kiri untuk motor. Saya tidak perhatikan kalau sekarang sudah ada tanda-tanda seperti itu. Lengkap dengan Pak Polisi di sebelahnya. Untung Acce refleks mengagetkan. Dalam sejarah mengendarai mobil itulah untuk pertama kalinya saya nyaris tidur sambil menyetir.
Sehari setelah saya sampai K’Agis menawarkan murid privat. Alhamdulillah, ada yang kerjaan. Walaupun jadwalnya padat sekali karena tiga kali seminggu, pagi dan sore. Fiuh,fiuh,fiuh. Sampai sekarang sepertinya badanku masih kaget. Sebenarnya saya senang karena sudah mulai punya rutinitas lagi. Tetapi yang membuat saya sedikit kelabakan adalah hari-hari dimana mengurus rumah tangga dan lain-lain.

Hari Pertama
Pergi belanja karena telur habis. Beli makanan karena tidak sempat masak. Tidur lagi sampai dirumah. Tidur seharian.

Hari Kedua
Pertemuan dengan teman SD batal. Jalan sama Acce. Urus kacamata dan ke warnet. Untung nenek saya datang jadi ada yang masak. Tidur terganggu gara-gara oven untuk bakar roti tidak mau menyala. Dan saya juga tidak tahu bagaimana menyalakannya. Diiringi dengan nyawa yang belum terkumpul seluruhnya diomeli, ”Makanya kalau mamamu kerja di dapur perhatikan”. Hiks! Saat sedang sibuk-sibuknya berusaha menyalakan oven, teman saya yang keranjingan MLM datang. Aduh, aduh,...alamat di prospek lagi.

Hari Ketiga
Hari pertama mengajar. Fisika. Waktunya mepet. Antar Acce sekolah. Sampai di rumah pukul 7.30. Angkat cucian. Siap-siap mengajar. Periksa pintu-pintu. Telat sampai di sana. Anak murid yang sekarang bikin kelabakan karena cerdas. Selesai mengajar pulang lagi ke rumah. Masak nasi untuk Didit. Tulis pesan untuk Didit. Cabut ke Ininnawa. Ketemu, ketemu. Sampai jam tiga di Biblioholic. Mengajar lagi. Sekarang giliran adiknya. Lucunya. Kelas 3 SD. Menghilangkan stress sekali. Suka ketawa malu-malu. Sampai di rumah, Ika menelepon. Ajak nomat. Mau lihat Masayu jadi Striptease. Katanya dijemput setelah Jang Geum. Sampai di MaRI ternyata tiketnya habis. Hahahaha... TO sudah kayak pasar. BBB ambil dua studio. Bukan rejeki kali. Temani Ika singgah sebentar di Prambors. Ke Pier 52. Duduk-duduk dengar air laut. Ngobrol-ngobrol. Hunting sikat gigi. Sampai di rumah pukul 11:00. Badan rasanya mau patah tiga.

Hari Keempat
Antar Acce sekolah. Masak nasi. Indomie goreng habis. Temani Ika ke kantor pajak urus rumahnya. Beli kue sus. Ke rumah Iwan, Ika menyapa calon mertua hihihi. Ke kampus janjian sama K’Mappe untuk ke Ininnawa bareng. Ketemu Icha di Jasbog. Ya ampun, itu K’Mappe membuatku wisata universitas. Keliling-keliling cuma mau ke tempat motornya. Cape’ deh! K’Mappe bilang Ebi sekarang kerja di Bambini, “Cocokmi memang yang seperti itu untuk dia. Yang banyak anak kecilnya”, K’Mappe menambahkan. Ke Ininnawa, lho kok kosong? Ternyata diskusinya di Biblioholic. K’Mappe pulang duluan. Saya tinggal sampai jam lima. Rina nelpon tentang jalan malam ini dan rencana nginap di rumah. Malamnya jalan sama Rina dan K’Afif serta Acce makan mie kering. Bergosip sampai dini hari padahal besoknya mengajar. Dapat kabar dari Afif, kemudian di cross-check ke Achank kalau Kakaknya Sultra meninggal. Inna lillahi wa inna ilaihi rojiuun...

Hari Kelima
Antar Acce sekolah. Didit mulai mengeluh susah buang air besar. Rina ditinggal sendirian di rumah. Sampai di rumah, Rina terlihat sedang menyiram-nyiram tanaman. Turun dari mobil Rina langsung bilang, “Ocha makkasolang ka”, sambil pegang-pegang baskom. Ternyata keran di bak cuci piring dia kasih bocor. Hahahaha. Alamat air tidak mengalir satu hari. Telpon Bapak, diajar bagaimana caranya memperbaiki keran yang rusak itu tapi tidak langsung dipraktekkan karena harus buru-buru mengajar. Ada yang cari Mama, katanya penjual kompor. Karena Afif tidak mengsms saya sampai jam sepuluh, telpon Ika. Dia mau ditemani ke bank. Saya juga mau ke bank. Ika datang. Antar Rina ke rumahnya. Ke bank. Makan coto. Mobil Ika kena tabrak lari di Jl. Sulawesi. Ika bilang, “Saya kejar nah, Cha?”. Lho? Kok minta ijin? Sampai di depan Poltabes motor itu lenyap. Hahahaha, saya sama Ika ketawa. Ika bilang, “Kalau motor yang tabrak mobilku nda bisama ngapa-ngapain,” sambil memegang bemper mobilnya yang penuh baret,” Ini motor semua lho, Cha”. Padahal tukang tabrak itu seandainya teraih cuma mau disuruh beli Compound saja. Saya kira dari situ langsung mau pulang, apalagi dia mau ke Polmas sorenya, ternyata saya diculik ke MP. Hunting sikat gigi lagi. Padahal saya ingin segera pulang, mencukupkan tidur. Didit mengantar saya ke tempat mengajar. Helm hampir terbang. Malamnya ke Hati Murah terus ke rumah Rina. Ada K’Jalu juga di sana.

Hari Keenam
Antar Acce ke sekolah. Mengajar. Pulang mengajar mencoba memperbaiki keran. Dan hasilnya, patah! Semakin runyam saja. Kalau begini sudah harus panggil tukang. Menelepon tukang. Mengajar lagi. Ke tempat Faud mengembalikan undangan. Ambil uang di ATM. Ke tempat Mul, ketemuan. Ngobrol. Topiknya pernikahan lagi, pernikahan lagi. Kesasar di tol. Sampai di rumah ada Ardi dan Didit mengeluh kelaparan. Menyuruh Acce beli makanan untuk Didit diantar Ardi, sekalian saya titip untuk ambil uang arisan di ATMnya Mama. Saya wanti-wanti Ardi supaya perhatikan Acce, karena Acce selalu nda perhatian kalau disuruh-suruh. Salah satu pelajaran penting, suatu saat nanti jangan hanya melatih anak pertama dalam urusan ambil-mengambil uang di ATM. Karena akibatnya akan seperti Acce yang sangat diragukan keanak17annya. Masa dia pergi kasih masuk ATM cardnya di tempat keluarnya slip? Yang benar saja??? Kenapa sih gaptek sekali??? Ardi juga sudah diwanti-wanti untuk perhatikan Acce, malah sama saja. Alhasil ATMnya Mama tertelan. Tolong! Berarti harus diurus besok lagi. Padahal rencana cuma mau istirahat di rumah. Cuma mau ganti oli. Dan sekarang harus ke BNI lagi? K’Achoo menelepon, katanya dia mau ke Jakarta hari Senin. Tapi mau singgah dulu di Makassar hari Ahad. Mau ketemuan sebelum berangkat. Bagaimana caranya? Sabtu – Ahad saya ke Sidrap menjenguk sepupu saya yang KKN disana. Saya bilang nanti diusahakan, mudah-mudahan bisa bertemu. Sepertinya dia marah... Cape’!

Seperti itulah kira-kira untuk pekan ini. Dan sekarang saya sakit perut. Acce tidak pergi sekolah karena merasa bertanggungjawab habis menelan ATM, jadi dia harus menemani saya untuk urus-urus. Mudah-mudahan di Sidrap menyenangkan. Mudah-mudahan pekan depan saya sudah bisa menikmati hari-hari. Dan mengatur buku-buku saya.

Perempuan, Rumah Kenangan

Membaca novel ini tidak bisa membuat saya berhenti. Serius. Padahal hari itu saya lelah sekali. Ian, si aku, berhasil membuatku terjaga di hari yang sumpek itu. Ian yang cinta hujan, cinta buku, cinta perempuan, sangat membenci laki-laki dan menyesali diri terlahir sebagai seorang laki-laki. Yang pada usia 43 tahun telah berhasil mewujudkan mimpinya tentang Rumah Buku untuk para pecandu buku di Makassar dan mengungkapkan seluruh rahasia tentang perempuan-perempuan yang lalu lalang dalam hidupnya. Walaupun akhirnya hanya satu perempuan saja yang terus terpatri yang kemudian membuatnya tidak akan menikah, perempuan yang namanya tidak boleh disebut. Seperti Voldemort di kisah-kisah Harry Potter.

Bagian-bagian terfavourite yang membuatku tersenyum adalah:
Perempuan itu seperti anak kecil, senang mengatakan tidak; sementara laki-laki seperti seorang anak kecil yang idiot, menanggapi penolakan perempuan dengan sangat serius (hal.80)

Aku hanya berbagi rahasia dengan Tuhan – sahabat paling baik yang menyediakan telinganya dan tidak membiarkan bibirnya bocor lalu menceritakan kepada siapa-siapa (hal.155)

Di dalam buku ini banyak kutipan-kutipan. Beberapa bagian dari beberapa bab dapat ditemukan di buku kumpulan puisi penulis “Hujan Rintih-Rintih” dan di www.pecandubuku.blogspot.com.

PS : Buat Sultra, selamat sirik yaa?? Bukunya K’Aan bagus deh